Revisi UU ITE Mulai Berlaku Hari Ini

(Foto: Wiki DPR)

82 (Foto: Wiki DPR)

PALUGADANEWS.COM, JAKARTA — Setelah 30 hari disetujui pemerintah dan DPR revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada bulan lalu, Senin, 28 November 2016 UU ITE mulai berlaku.

Di dalam UU ITE dijelaskan masyarakat dilarang memembuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian. Untuk itu masyarakat dituntut untuk berhati-hati di ranah media sosial.

“Bukan hanya yang membuat, yang mendistribusikan dan mentransmisikannya juga akan dijerat hukum. Jangan mudah menyebar informasi yang bisa menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu,” kata Henry Subiakto, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum usai diskusi bertemakan “Telekomunikasi, Medsos, dan Kita” di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu, (26/11/2016).

BERITA LAIN: 

Berikut perubahan UU ITE setelah direvisi seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika:

Pertama, untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik dapat diakses yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan tiga perubahan sebagai berikut:

a. Menambahkan penjelasan terkait istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik dapat diakses”.
b. Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan, bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.

Kedua, menurunkan ancaman pidana dengan dua ketentuan, yakni:
a. Pengurangan ancaman pidana penghinaan atau pencemaran nama baik dari pidana penjara paling lama enam tahun menjadi empat tahun. Sementara penurunan denda dari paling banyak Rp1 miliar menjadi Rp750 juta.
b. Pengurangan ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi empat tahun. Pun begitu dengan denda yang dibayarkan, dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.

Ketiga, pelaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap dua ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.

Keempat, melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a. Penggeledahan atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, kini disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang dulunya harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, kini disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

Kelima, memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi.
b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.

Keenam, menambahkan ketentuan mengenai “right to be forgotten” alias hak untuk dilupakan pada ketentuan Pasal 26 yang terbagi atas dua hal, yakni:
a. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus konten informasi elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi elektronik yang sudah tidak relevan.
 
Ketujuh, memperkuat peran pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan  transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan informasi elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
b. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.